Notification

×

Iklan

Iklan

Membangun Hukum Nasional: Menimbang KUHP Lama dan KUHP Baru

Jumat, 02 Mei 2025 | Mei 02, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-02T09:57:21Z
Oleh: Mohammad Irwan

Pendahuluan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama, yang telah berlaku di Indonesia selama lebih dari satu abad, merupakan warisan dari masa kolonial Belanda. Walaupun sempat mengalami beberapa perubahan kecil, pada dasarnya KUHP lama tidak sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai, budaya, dan perkembangan masyarakat Indonesia yang merdeka.

Setelah penantian panjang dan perdebatan intens, lahirlah KUHP baru melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 2023. KUHP ini menjadi simbol usaha Indonesia untuk membangun hukum nasional yang berdaulat, berkeadilan, dan berlandaskan nilai Pancasila. Namun, seperti setiap produk hukum besar, KUHP baru juga tidak lepas dari kontroversi.

KUHP Lama: Antara Sejarah dan Ketertinggalan

KUHP lama lahir dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indië, yang ditetapkan di masa kolonial Belanda. Sebagai produk kolonial, KUHP ini sarat dengan nilai-nilai hukum Eropa abad ke-19, yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Beberapa karakteristik KUHP lama yang menjadi sorotan adalah:

Kaku dan Formalistis: KUHP lama lebih berorientasi pada penghukuman daripada keadilan sosial.

Minim Perlindungan Hak Asasi: Tidak memberikan ruang cukup bagi perlindungan hak-hak individu.

Tidak Adaptif: Kurang mampu menjawab tantangan baru seperti perkembangan teknologi informasi, kejahatan transnasional, dan dinamika sosial.


Meskipun tetap menjadi dasar penting dalam penegakan hukum pidana, kenyataannya KUHP lama semakin terasa usang menghadapi perubahan zaman.

KUHP Baru: Upaya Membangun Hukum Nasional

KUHP baru disusun untuk menggantikan KUHP kolonial dan menjadikan hukum pidana Indonesia lebih sesuai dengan jati diri bangsa. Beberapa pembaruan utama dalam KUHP baru meliputi:

Dekolonisasi: Menghapus terminologi dan konsep warisan kolonial.

Restorative Justice: Mendorong penyelesaian perkara pidana melalui pendekatan damai di beberapa kasus tertentu.

Pengakuan Terhadap Nilai Lokal: Menyesuaikan norma hukum dengan budaya dan kearifan lokal.

Penguatan Hak Asasi: Meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak individu, meski di beberapa aspek masih diperdebatkan.


KUHP baru juga memperkenalkan aturan baru yang sebelumnya tidak dikenal dalam KUHP lama, seperti pengaturan pidana korporasi, tindak pidana terhadap lingkungan hidup, serta kriminalisasi atas beberapa bentuk kekerasan berbasis gender.

Tantangan dan Kritik terhadap KUHP Baru

Meskipun disusun dengan niat mulia, KUHP baru mengundang kritik, baik dari akademisi, masyarakat sipil, maupun komunitas internasional.
Beberapa pasal kontroversial antara lain:

Pasal tentang Penghinaan Presiden dan Lembaga Negara: Dikhawatirkan mengancam kebebasan berpendapat.

Pengaturan Kehidupan Pribadi: Seperti pasal terkait perzinaan dan kohabitasi, yang dinilai terlalu mencampuri ruang privat warga negara.

Potensi Kriminalisasi Aktivitas Sosial: Pasal-pasal tertentu bisa ditafsirkan luas dan berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan berorganisasi.


Kritik ini menunjukkan bahwa meskipun sudah lebih baik dibandingkan KUHP lama, penerapan KUHP baru harus dikawal ketat agar tidak digunakan untuk membatasi demokrasi dan hak-hak sipil.

Penutup

KUHP baru adalah tonggak penting dalam perjalanan hukum nasional Indonesia. Ia merepresentasikan upaya untuk mengangkat hukum pidana Indonesia dari bayang-bayang kolonialisme menuju sistem hukum yang berdaulat, berkeadilan, dan sesuai dengan nilai-nilai bangsa. Namun, perjalanan KUHP baru belum selesai. Ia harus terus disempurnakan melalui mekanisme revisi dan interpretasi hukum yang adil, serta penerapan yang berpihak pada rakyat.

Sebagai warga negara, tugas kita bersama adalah mengkritisi, mengawasi, dan mendukung implementasi KUHP baru demi terciptanya hukum yang tidak hanya berdaulat, tetapi juga adil dan manusiawi.
×
Berita Terbaru Update